Sumber : //www.youtube.com/watch?v=y2pPNIwlFFQ |
Sejak tahun 2011, seorang lulusan material SH Sud West Falen Jerman bernama Adang Muhidin mulai merintis ide-ide serta ketertarikannya terhadap bambu. Bukan hanya mudah ditemui dan juga murah dijangkau, keberadaan bambu sisa membuat mebel rumah juga membuat Adang merasa tak tega untuk membuangnya begitu saja tanpa dimanfaatkan. Dari sanalah Adang mulai berfikir bagaimana memanfaatkan bambu sisa agar bisa menjadi sesuatu yang lebih berharga.
“Bambu itu murah ya, dan kebanyakan sisa-sisa mebelnya itu dibuang begitu saja, kan sayang. Gimana sih caranya biar berguna", katanya yang juga lulusan S1 material di UNJANI.
Bertemu dengan seorang pria ahli mekanik, Yudi Rahmat, Adang merasa sangat beruntung untuk membagi ide-idenya mengenai pemanfaatan bambu, hingga akhirnya muncul ide untuk membuat alat musik dari bambu. Awalnya mereka hanya membuat alat musik bambu yang sudah banyak orang buat, seperti angklung dan karinding. Namun, merasa angklung bukan hal yang aneh lagi, inovasinya muncul untuk membuat sebuah biola yang bahannya 80 persen dari bambu. Meski hanya berdua, mereka berusaha untuk mensosialisaikannya kepada masyarakat selama 7 bulan hingga akhirnya, berkat biola bambu ininya lah kemudian mereka diundang di Braga Festival Bandung September 2011 lalu secara gratis. Dan pada Desembernya mereka diundang oleh Kementrian Perdagangan untuk tampil di Java Jazz Festival. Sejak itulah IBC mulai dikenal masyarakat, tak hanya masyarakat Kota Bandung, namun juga Masyarakat Indonesia bahkan seluruh dunia, berkat media sosial juga youtube yang telah membantu Adang untuk mensosialisasikan kreasi bambunya.
Bukan karna musik atau kecintaan Adang dan Yudi terhadap seni musik, namun karena keprihatinan merekalah bambu disulap jadi kreasi seni yang banyak orang suka. Dalam performance utamanya juga, bukan mereka yang memainkan alat musik, melainkan para tukang yang tak sengaja mereka temui di sisi jalan. Mereka hanya berfikir alay musik dari bambu bisa menjadi ide baru yang dimiliki masyarakat Bandung, yg bisa menjadi contoh berbisnis sekaligus berkarya.
"Sama sekali gak suka musik, suer !! Alat musik kan bisa diterima di seluruh dunia", kata Adang saat ditemui sedang menghadiri puncak acara ulang tahun Jawa Barat.
Saat ini Adang bersama kawan-kawannya telah berhasil memperkenalkan produk kreasi anak Bandung dari bambu ke negara bagian asia, seperti Thailand, dan Filiphina. Bahkan, mereka telah meraih negara Meksiko dan Prancis. Sebanyak 14 jenis alat musik sudah mereka ciptakan dari bambu. Namun hanya 4 jenis saja yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat, diantaranya, gitar, bas, biola dan juga drum.
Menemui usianya yang 3 tahun ini, IBC mendapatkan hadiah teristimewa,yakni dengan meraih penghargaan dari Museum Rekor Dunia karena berhasil menampilkan pagelaran alat musik bambu dengan jenis terbanyak dan pemain terbanyak. Selama satu hari, IBC menampilkan musik yang dimainkan dari bambu bersama 428 pemainnya.
Anggapan banyak orang yang selalu mengidentikan pecinta seni sebagai pekerjaan yang tidak menghasilkan, membuatnya terus semangat untuk berkarya. Dirinya berfikir berkarya bisa menjadikan seseorang sekaligus menjadi seorang pembisnis. Bayangkan saja, hanya dengan modal tak lebih dari seratus ribu rupiah untuk membeli sebatang bambu besar, Adang bisa menyulapnya menjadi alat musik dengan harga jutaan hingga puluhan juta rupiah. Misalnya saja sebuah biola yang bisa didapatkan dari harga 1,5 juta, gitar 2,5 juta atau drum seharga 8 juta. Namun, kata Adang semua itu tak lepas dari sebuah kreatifitas, karena yang mahal itu hanyalah sebuah ide, semangat dan kreasi seseorang.
"Pengen membentuk pengusaha yang nyeni dan tidak lagi membuat seni identik dengan kemiskinan”, kata Adang berharap.
Saat ini, Adang beserta kawan-kawannya tak hanya memproduksi alat musik dari bambu. Bersama mahasiswa UNPAD ia menguji coba pembuatan teh dari daun bambu. Sebelumnya IBC juga bekerjasama dengan ITB untuk membicarakan masalah teknologi musiknya, sedangkan untuk masalah keorganisasian, IBC mendapatkan bantuan dari Universitas Maranata. Adang berharap misinya untuk memperkenalkan kreasi anak Bandung bisa menjadi inspirasi semua orang, meskipun pemerintah tidak banyak memberikan bantuan.
“Kita pengen pemerintah mendengar dan melihat, kita kerjasama dengan bebera
pa universitas, ada perbandingan antara hightek dan lowtek”, katanya.
(Hilda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar