Sumber :artisticdaisy.wordpress.com |
Dimana aku? Siapa aku? Bagaimana bisa aku berada di sini?
Siapa dia? Lalu siapa lelaki itu? Sebenarnya apa yang terjadi?
Mereka bertengkar. Mereka saling berteriak. Air mata itu perlahan keluar dari kelopak mata mereka. Ada apa ini? Apa yang mereka bicarakan? Kenapa tak terdengar olehku?
Lelaki itu duduk di antara ruang sofa yang cukup besar, sambil menundukan kepalanya dan meraut-raut rambut sebisanya. Semakin menunduk, semakin meraut, lelaki itu masih berada di tempatnya. Sedang perempuan itu hanya menangis, berdiri di pojok ruang yang begitu hening sambil memegangi perutnya. Entah mungkin sakit, entah mungkin karna gatal. Aku tak bisa menebak..
Sesaat suasana menjadi semakin hening. Mereka saling terdiam di dalam posisi mereka yang mungkin adalah posisi yang aman. Entah aman dari gangguan apa. Teroris atau setan? Aku tak bisa menebak..
Waktu berjalan tetap tak berubah, mereka tetap diam dalam tangisan mereka.
Aku tak berharap tahu tentang segalanya. Tentang apa yang mereka lakukan, tentang apa yang mereka bicarakan, dan apa yang sebenarnya mereka tangisi. Tapi kenapa aku harus berada di antara mereka, sehingga aku kebingungan dengan apa yang kulihat.
Kala itu, entah itu siang atau malam, perempuan itu kemudian perlahan melangkahkan kakinya, mengambil sebuah tas yang tergeletak di antara pajangan lemari, dan melangkah lagi ke sebuah pintu. Entah pintu apa itu sebenarnya. Si lelaki yang bermula duduk mulai mengangkat tubuhnya dan berlari menghampiri si perempuan itu. Dan menggenggam tangannya sambil saling memandang satu sama lainnya. Air matanya masih membasahi sisi hidung mancungnya. Entah ia berbicara apa, namun sepertinya lelaki itu sedang memohon sesuatu pada si perempuan. Masih dalam suasana yang membingungkanku, perempuan itu mulai membuka pintu dan melepas genggaman si lelaki dengan begitu mudahnya.
---
Suasana baru ku dapatkan. Kali ini disekelilingku penuh dengan keramaian. Lalu lalang kendaraan mobil dan motor terlihat begitu desaknya. Diantara desakan-desakan kendaraan karena lampu merah tersebut, terselip beberapa anak dengan pakaian lusuh dan gitar kecil yang digenggamanya. Bersama iringan lirik lagu yang mereka nyanyikan, petikan gitar kecil itu menyempurnakan liriknya, sementara yang lainnya memukuli kendang yang mereka buat sendiri dari paralon yang ditutupi karet hitam di lingkarnya. Tak hanya itu, aku melihat dipinggiran trotoar orang-orang duduk dengan begitu santainya sambil mengangkat tangannya yang terbuka bersama wajahnya yang begitu memelas. Sejuknya pagi ini sungguh tak terasa, terhalang oleh pajangan jalanan yang tak begitu indah dengan tumpukan kendaraan yang saling tak sabar mencari ruang untuk melaju lebih dahulu.
Tak lama berjalan, si wanita itu mulai melewati sebuah gerbang dengan pagar yang begitu tinggi. Disekelilingku terdapat banyak orang-orang mendahuluiku. Mereka semua terlihat sama, dengan baju yang sama dengan sepatu yang sama. Sepertinya itu warna putih, dan sepertinya itu warna abu-abu.
Seorang bapak dengan kumis tebal badan yang kekar namun wajahnya yang ramah tersenyum kepada si perempuan itu. Entah suka padanya, entah memang ia selalu tersenyum kepada siapapun yang melewatinya. Aku tak bisa menebak.. yang pasti ia tetap berdiri di depan gerbang yang kulewati tadi.
Tak jauh berjalan, si wanita melewati lagi sebuah lorong kecil kemudian menemukan ruang terbuka yang begitu besar, jauh terlihat sebuah tiang putih dan tinggi mengikat sebuah kain berwarna merah dan putih diatasnya. Orang-orang dengan pakaian yang sama semakin banyak kulihat. Aku tak peduli siapa mereka dan mau apa mereka. Mereka membuat suasanaku menjadi pusing dan tak mengerti.
Ruang terbuka besar itu selesai di lewati, kini ia melangkah diatas sebuah koridor yang cukup bersih dari samapah karna baru saja dibersihkan oleh seseorang yang membawa sebatang sapu di tangannya. Dan sampailah disebuah ruang yang tak cukup besar. Duduklah si wanita di salah satu kursi kosong di paling belakang.
Bosan rasanya. Lebih dari 3 jam aku memandangi wanita gemuk berkacamata dan berkulit hitam berbicara sepanjang waktu. Sesekali ia menulis di dinding putih itu dan membelakangi aku. Sama sekali tak tampak sisi menariknya. Ya ampun sampai kapan aku terus berada dalam ruang ini? Sampai wanita hitam itu bosan, atau sampai aku terlelap tidur karna kebosanan? Entahlah, aku tak bisa menebak.
___
Akhirnya wanita hitam itu menghilang dari hadapanku, mungkin dia mendengar semua celaan yang aku ucapkan sedari tadi. Aku dibawanya (si wanita) lagi ke tempat terbuka yang cukup luas, melewati koridor-koridor, melangkah diantara orang-orang yang berpakaian sama dan bertemu kembali dengan lelaki berkumis yang beridir di dekat gerbang gedung. Dan berada lagi di pinggiran jalan raya sambil menatap lalu litas yang begitu padatnya. Jam berapa ini? Berapa lama si wanita itu berdiri di bawah pohon besar yang tertanam di trotoar? Apa dia tidak merasa lelah?aku tak bisa menjawab, lagi pula aku tak memakai jam tangan. Aneh..
Beberapa kali si wanita menengok jauh ke arah utara, dan seketika menundukan kepala. Dan tiba-tiba si wanita terbangun dari tundukan kepalanya. Ia mengangkat kepala dan tersenyum. Oh ternyata, si wanita menunggu si lelaki yang kemarin membuatnya menangis. Bukannya tangis itu menandakan ia bersedih? Bukannya tangis itu menandakan ia membenci? Tapi, kenapa sekarang ia tersenyum? Haruskah aku menebak sekarang?
Dibawanya si wanita oleh si lelaki ke dalam sebuah mobil putih yang masih mengkilat. Menuju jalan raya yang lebih besar lagi, lebih banyak kendaraan dan lebih membuatku pusing. Terlelap aku berada dalam perjalanan jauh mereka.
---
Mataku terbuka dan aku melihat pemandangan yang begitu berbeda. Sekelilingku hanya ada beberapa rumah. Terdapat banyak pohon bambu dan tak banyak kendaraan yang terlewat, bahkan tak ada. Di hadapanku, aku melihat sebuah rumah nan sederhana dan sepi sekali. Tak ada satupun orang disana. Aneh sekali, untuk apa mereka mendatangi rumah semacam ini, yang seram keadaannya? Terserah..
Aku ikut bersama mereka memasuki rumah nan sederhana itu. Ternyata ruang di dalamnya cukup luas, dan lantainya begitu bersih dan harum. Tembok berwarna putih yang terlihat baru selesai diberi cat membuat suasana ruangan semakin nyaman dan tentram. Hanya satu yang tak ku suka, terlalu sunyi dan dingin. Semuanya serba putih, dinding-dinding tembok hanya dihiasi dengan pigur-pigura bergambar bayi-bayi mungil dan ibu-ibu yang sedang hamil. Gambar-gambar aneh dan beberapa tulisan mengiringinya. Tidak ada televisi. Hanya kipas angin yang menempel di dinding dan kursi-kursi panjang berwarna putih yang berjajar di ruang yang cukup luas.
Tak lama duduk di kursi-kursi putih itu, seorang lelaki berbaju putih panjang keluar dari sebuah ruang di pojok sana. Menggapai tangannya sebagai simbol memanggil si wanita dan si lelaki tadi. Dan mereka menurutinya. Duduklah mereka di sebuah kursi yang mungkin disediakan sengaja untuk mereka. Entahlah...
Cukup lama mereka berbincang saling menatap serius. Si wanita hanya diam menunduk sambil memegang lembut perutnya. Kenapa dia?
“Bagaimapun caranya, bayi yang ada dalam perut ini harus menghilang, aku tak mau ini menjadi aib yang bisa menyengsarakanku”, untuk pertama kalinya aku mendengar suara si lelaki itu.
“bila anda bisa membantu saya saya akan memberikan uang sebanyak yang anda mau”, lanjut pembicaraan si lelaki
Lelaki tinggi berbaju putih penjang itu hanya tersenyum dan menundukan kepala bertanda mengerti. Sedang si wanita tetap diam.
Aku mulai berfikir. Dan sekarang aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dan seharusnya ini tak pernah terjadi.
Kamu tahu wanita cantik? Aku si jabang bayi, akulah yang selama ini ada dalam perutmu, akulah yang selama ini ikut bersama mu dalam setiap perjalananmu dan akulah anakmu, yang kamu buat bersama lelaki kaya itu. Apa kau tak menyadarinya?
Wanita cantik, kau ibuku yang baik, kau pasti tak mau menyakitiku sedikitpun. Tak ada yang boleh menyentuhku dengan gunting-gunting tajam itu kan. Kau tak akan meminum obat-obat di meja itu kan?
Wanita cantik, cepat katakan sesuatu pada mereka. Cepat katakan kalo kau tak mau melakukan semua ini. Dan cepat kau pergi dari tempat penuh setan ini. Karna aku si jabang bayi takan pernah membuatmu menyesal dengan adanya aku di duniamu.
Hai wanita cantik! Ibuku! Cepatlah, aku tak tahan berada disini. Haruskah aku menendangmu hingga kau menyadari apa yang aku mau?
Benar.. benar.. bicara sekarang.. aku, anakmu menuggu..
“Aku mau, gugurkan kandunganku, aku masih punya masa depan yang harus kulalui,” kata si wanita dengan suara yang begitu pelan.
Wanita cantik, ibuku, orang yang berarti untukku, orang yang selalu ada bersamaku. sekarang kau meakhiri segalanya. Kau memilih masa depanmu yang belum pasti dibanding merawat apa yang telah kau mimiliki dan kau hasilkan sendiri dengan keringatmu bersama orang lain. Kau tak berfikir dengan baik. Tak ada yang bisa ku perbuat, aku hanya jabang bayi yang hanya bisa diam dalam rahimmu dan tak bisa berkata apapun. Ingatlah wanita cantik, suatu saat kau akan menyesalinya. karna Tuhanmu tahu apa-apa yang kau lakukan, dan ia aka membalas semuanya. Aku, si jabang bayi dalam rahimmu.
End
---
Hilda Kholida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar