Kamis, 28 Mei 2015

Kopi Aroma, Kopi Lama yang Menggoda

Aroma kopi yang begitu menggoda mulai terasa ketika memasuki kawasan jalanan Banceuy Bandung. Tepatnya ketika berada di depan rumah nomor 51 milik Widyapratama, seorang pria berusia 44 tahun pemilik Toko Kopi Aroema. 

Rumah sederhana yang masih nampak seperti rumah jaman dulu bermodel kolonial Belanda ini terlihat sudah sedikit rapuh dan terkelupas bagian cat temboknya. Tak  ada tempat duduk istimewa untuk para pelanggannya, hanya nampak dari jendela-jendela rumah, para karyawan Kopi Aroma sibuk menyiapkan kopi pesanan. Meski begitu rumah yang hanya dibuka satu pintu khusus antrian pembeli ini tak pernah sepi dari kunjungan orang-orang yang sengaja datang untuk membeli kopi berjenis arabika maupun robusta.

Ketika memasuki toko lebih dalam, ternyata ada banyak kopi yang sudah disiapkan karyawan Widya, baik kopi arabaika maupun robusta. Tak jauh dari kopi yang siap saji untuk di jual, terdapat ruang khusus penggarangan yang membuat ruangan sekitar terasa panas. Jika masuk lebih dalam lagi ,kita akan menemukan gudang khusus penyimpanan kopi yang sudah bertahun-tahun sebnayak puluhan ton yang dibungkus dengan karung-karung besar dan ditumpuk cukup rapi.

Widyapratama merupakan anak tunggal  dari seorang pengusaha kopi bernama Tan Houw Sian yang mendirikan pabrik kopinya sejak tahun 1930. Banyak kalangan masyarakat menganggap Kopi milik Widya ini sebagai kopi legendaris. Bukan karena aroma dan rasanya saja yang berkualitas, namun pengolahan dan penyajiannya pun tidak semudah kopi-kopi pada umumnya.  Jika dilihat dari segi manfatnya, kopi olahan keluarga Widya ini cocok diminum bagi penderita darah tinggi dan juga jantung karena kandungan kafeinnya yang rendah. Tak hanya itu, kopi robusta miliknya juga bisa mengobati luka dan dapat diminum oleh bayi berusia diatas satu tahun agar tidak mudah kejang-kejang.

Meneruskan usaha ayahnya tidak membuat pengolahan kopi di Pabrik Kopi Aroma ini berubah sedikitpun. Sejak tahun 1930 setiap harinya kopi robusta dan arabika mengalami proses yang sangat panjang hingga bertahun-tahun. Kopi yang baru dipetik dari kebunnya harus didiamkan selama dua minggu di kebun, kemudian di jemur di bawah terik matahari selama 7 jam. Tidak sampai disitu, kopi yang sudah dijemur harus disimpan di dalam gudang pabrik selama 8 tahun untuk kopi arabika dan 5 tahun untuk kopi robusta. Penyimpanan kopi yang terbilang cukup banyak ini dilakukan agar kandungan kafein dalam kopi berkurang, sehingga penikmat kopi tidak merasakan kembung diperut dan serat di tenggorokan ketika menikmati Kopi Aroma milik Widya. 

Setelah bertahun-tahun lamanya disimpan di dalam gudang barulah kopi di masukan ke alat penggarangan dan di garang atau dimasak tanpa minyak goreng selama dua jam hingga berwrna coklat tua. Setelah digarang barulah dimasukan ke dalam mesin pengupas kulit kopi yang kemudian baru siap dikonsumsi pelanggannya. 
Sejak pabrik ini berdiri keluarga Tan Houw hanya menggunakan dua alat penggarangan, dengan apinya yang dihasilkan hanya dari limbah kayu karet yang ia dapatkan langsung dari kebun karet Cianjur, Subang dan Sukabumi. Ini dilakukan supaya kopi yang dihasilkan memiliki aroma yang lebih wangi. 

Bagi Widya membuka peluang usaha ini harus seimbang dengan kemampuan yang dimiliki oleh si pengusaha. Tidak bisa sembarang membuka usaha dengan kemampuan dan kinerja yang seadanya. 
“Usaha itu harus balance dengan melaksanakanan tujuh m, man, money, metode, material, modal, mesin, management, “ kata Widya saat ditemui di pabriknya.

Pria lulusan Fakultas Ekonomi ini meski sudah menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi UNPAD dan Fakultas Ekonomi Maranata, namun ia masih meluangkan waktu setengah harinya untuk memantau dan mengolah langsung kopi di pabriknya sebelum pergi mengajar. Sampai saat ini ia hanya memiliki 9 karyawan yang juga dibantu anak-anak nya yang mulai mencintai kopi. 

Kepada setiap mahasiswa dan calon-calon pengusaha lainnya ia selalu menekankan untuk merasa yakin dengan apa yang akan dilakukan sebagai peluang usaha. “Jangan musrik, harus yakin bahwa usaha kita ini akan terus maju. Yakin, pasti diridhain kalo kita ikhlas,  tulus,  pasti ada jalan”, katanya yang nampak seperti mengajar di dalam pabrik kopi.

Toko kopi yang banyak dijadikan oleh-oleh Kota Bandung ini buka setiap hari sejak pukul setengah sembilan pagi hingga setengah 3 sore. Setiap pembeli bisa mendapatkan kopi setengah kilogram seharga 20 ribu untuk arabika dan 15 ribu untuk robusta.

Salahsatu pelanggan yang tergoda akan pembicaraan kawan-kawannya mengenai kopi aroma ini adalah Wellis seorang karyawan dari BTN. Ia mengaku sudah ke  4 kalinya membeli kopi di toko kopi aroema. Berawal dari saran temannya untuk emmbeli kopi di aroa, membuatnya ketagihan dan selalu membeli kopi disana setiap dua kali dalam sebulan. 

“Ya enak aja, awalnya disaranin sama temen suruh beli kopi di sini, akhirnya sampai sekarang masih langganan kopi di sini”, katanya saat ditemui usai membeli kopi di depan Toko Aroma. 

Widya mengaku tak pernah hafal berapa kopi yang ia habisakan setiap harinya, namun ia yakin usahnya takan pernah merugi. Tak hanya aktif sebagai pengajar dan pengusaha kopi, Widya juga secara rutin selalu memberikan sebagian keuntungan usahnya kepada Yayasan Bakti Mitra Utama. Sejak thun 1982, yayasan tersebut sengaja didirikan untuk menampung anak-anak cacat mental. Widya yakin dengan berbagi bersama anak-anak cacat mental ia bisa menabung untuk bekalnya nanti di akhirat. Yayasan tersebut berada di daerah Bale Endah Bandung khusus anak-anak serta di Lembang khusus yang sudah dewasa. (Hilda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar